Nah, gue mau cerita di sini tentang apa yang gue alami waktu di Baliem, provinsi Papua. Cerita ini tentang pengalaman nyaris mati yang ketiga kalinya. Ha ha, iya! Setelah dipikir-pikir, kilas balik perjalanan gue selama ini, kayaknya gue tuh udah mengalami kejadian nyaris mati sebanyak 3 kali.
Pertama, waktu ke Derawan yang gue terombang-ambing di laut, udah teriak minta tolong tapi penumpang di tiga kapal itu nggak ada yang denger, dan akhirnya, ada juga salah satu penumpang yang melihat dan nyuruh kapalnya mendekat. Jangan tanya ke mana operator turnya, karena dia sibuk sendiri deketin cewek, sementara peserta yang dibawa ada 40an.
Kedua, waktu paralayang di Palu. Kalo orang-orang itu biasanya mengalami kejadian susah mendarat, nah ini gue mengalami kejadian gagal naik. Buat orang yang pernah tandem paralayang pasti tahu, kalau posisinya adalah elo di depan, tandem elo di belakang, dan ada satu orang yang bertugas narik tali elo terus ngelepasin supaya bisa terbang. Nah, orang yang bertugas narik tali gue itu ternyata orang baru. Udah bolak-balik disuruh ngelepasin talinya sama tandeman gue, masih tetap aja dipeganging. Hasilnya? Yaaaah, lumayan lah ya, terguling-guling di tanah berpasir 5 kali lebih, dari ketinggian yang gue nggak tahu lagi berapa tinggi dengan kemiringan 40-50 derajat, dan akhirnya, gue melihat ada sebatang pohon kering yang pendek tapi kokoh untuk pegangan gue dan buat gue berhenti. Ketika berhenti, ini dua orang lelaki menimpa badan gue ditambah dengan perlengkapan paralayang. Jadi nggak usah ditanya lagi betapa beratnya. Berat banget!
Nah yang ketiga ini yang paling epic karena melibatkan banyak orang, ha ha! Waktu itu hari terakhir nonton festival Baliem. Festival ini diadakannya tiga hari dan di hari pertama serta kedua, gue selalu keliling arena, nggak pernah duduk di tribun penonton. Di hari terakhir itu, berhubung kami datangnya lebih pagi, jadi lebih banyak meluangkan waktu untuk duduk di tribun. Sekitar pukul 10 lewat, Suku Trikora yang berjalan 7 hari 7 malam memasuki arena, mempertunjukkan kebolehan mereka, dan gue pun berdiri dari tribun, motret di pinggir lapangan. Nggak lama, gue kembali ke tribun, melanjutkan makan kacang kulit yang tertunda karena motret tadi.
Untuk gambaran, jarak tribun ke lapangan itu sekitar 10 meter. Gue duduk di baris pertama tribun. Posisi kacang kulit ada di sebelah kiri gue, tepatnya di sebelah paha. Saat itu, gue lagi nengok ke kiri, ambil kacang, dan pas kepala gue menengok ke arah depan, gue lihat ada tombak kayu dengan kecepatan tinggi mengarah ke gue. Gue syok, syaraf refleks gue mendadak lumpuh. Dan mak jedar! Area leher gue kena itu tombak, tapi tombak kayunya langsung memantul dan gue cuma bisa nekan area yang kena tombak sambil bilang, “Aku kena tombak”.
Mbak Rita, teman makan kacang kulit yang duduk di sebelah kiri syok. Langsung semua orang merubung, dan yang di pikiran gue saat itu cuma satu, kehilangan pita suara. Jadilah gue langsung ngucap “A, I, U, E, O” macam orang mau latihan vokal dan lega banget ketika gue bisa mendengar suara gue sendiri. Berarti pita suara gue aman. Teman serombongan langsung ngumpul (untungnya di rombongan itu banyak banget yang berprofesi dokter, jadi gue merasa lebih tenang) dan berusaha memberikan berbagai bantuan. Ada yang manggil panitia, tapi mau tahu nggak, panitia angkat tangan, nggak mau tanggung jawab. Gue inget banget ada beberapa penonton yang videoin gue yang lagi megangin leher, mungkin masuk ke live story akun medsos dia, terserah deh, udah nggak peduli juga. Gue saat itu hanya berusaha nggak pingsan, karena gue khawatir banyak darah keluar. Tapi setelah mbak Ria cek, dia bilang nggak gitu banyak darah yang keluar. Berhubung gue sekamar sama Doksin dan Doksin yang lebih paham sama keadaan gue, langsung deh pada nyari Doksin yang lagi melihat atraksi di tempat lain. Gue jauh lebih tenang setelah Doksin datang.
Untungnya, walau panitia tidak mau bertanggung jawab, tapi mereka punya tenda medis, dan ada orang medis yang datang ngecek. Gue diajak ke tenda medis mereka, dan sampe di tenda, ditanya-tanya ama Doksin tentang peralatan yang mereka punya, akhirnya diputuskan untuk ke RSUD terdekat. Concern Doksin cuma satu, ada racun di tombaknya. Tapi menurut petugas medis, hal itu nggak mungkin banget. Pas banget mau pergi, ternyata ada pengumuman dari MC kalo balapan babi mau dimulai. Duh, gue nggak enak banget ama Doksin karena tujuan datang lebih pagi ke festival itu kan karena mau lihat balapan babi juga. Tapi Doksin bilang kalau balapan babi nggak penting dibandingkan ke RSUD.
Akhirnya bertiga ke RSUD dengan ambulans yang sirenenya nggak ada, jadi sepanjang jalan itu nyalain klakson aja. Nah di sepanjang jalan itu juga, gue berasa banget kalo semakin lama, gue semakin sulit menelan ludah sendiri. Ini rasanya lebih parah dari radang tenggorokan. Gue harus tahan napas dan butuh sekitar 10 detik untuk menelan ludah, plus ada tambahan sakit kepala setiap nelan. Belum lagi jendela ambulans ini nggak bisa ditutup, sehingga udara kering dan debunya membuat batuk. Dan, karena ranjang medisnya lagi ada entah di mana, jadi nggak bisa tiduran di belakang, alih-alih duduk bertiga di depan semua, sementara kaki gue panjang banget, jadi yaaaaaaaa, mayan mati rasa lah paha ke bawah, hahahaaaaa…
Sesampainya di RSUD, langsung dibawa ke UGD. Pas dokter jaganya masuk ke ruangan UGD, ternyata masih muda bangeeeeeeet. Dia dokter PTT yang kuliah di universitas swasta di Jakarta. Karena Doksin udah dokter senior, kayaknya dia juga jiper yaaaa. Ya gue sih emang terus terang lebih percaya ama Doksin daripada apa yang diucapin nih dokter PTT. Akhirnya, dokter jaganya itu nyuruh 2 staf UGD utk ngurusin gue. Waktu dilihat pertama kali ama ni dokter jaga, katanya gak perlu dijahit, cukup dibersihkan saja. Nah terus, dokter ini keluar, kembali ke ruangannya sementara 2 stafnya lagi ambil peralatan. Trus Doksin ngecek ulang pake senternya, dan menurut pendapatnya, luka gue perlu dijahit karena cukup dalam. Langsung lemes lah ya gueeeee, tapi daripada gue nggak sembuh, gue pasrahin semuanya ke Doksin. Pertanyaan gue sih cuma satu pas waktu harus operasi, apakah akan mengganggu jadwal trekking, secara keesokan harinya itu, gue mau trekking Wamena 5 hari. Untuuuuuuung aja dijawabnya kalau aman untuk trekking. Kalau pun nggak aman, gue akan tetep jalan sih, hahahaaaaaaa…
Akhirnya persiapan pun berubah. Dari yang tadinya cuma mau bersihin luka jadi menjahit. Tuh dokter jaga udah nggak muncul lagi, jadi cuma 2 staf ini. Ada kejadian kocak, well, sebenarnya nggak kocak sih, agak malah buat parno, hahahaa. Jadi, ketika selesai bersihkan luka dan harus dijahit, ini yang bertugas menjahit bilang, “Duh, tangan saya mendadak gemetar, grogi diliatin.” Segitu kencengnya nih aura kesenioran Doksin, sampe tuh staf grogi berat. Lalu diganti lah sama yang satunya, trus pesannya Doksin satu, “Kamu jangan gemeteran juga ya.” Gue yang cuma dibius lokal tapi nggak ada kekuatan lagi cuma meringis pengen lempar jarum jahit ke tuh staf. KZL.
Operasi berjalan lancar, dan selama itu, Doksin ada di samping gue terus. Habis operasi, Doksin juga ngurusin BPJS dan obat-obatan (untungnya abis bayar BPJS, jadi semuanya gratis). Selesai operasi, langsung kembali ke hotel dan istirahat. Gue nggak ngerti ya, kalo nggak ada Doksin, bakal gimana nasib gue. Selain itu, gue bersyukur banget jalan ama rombongan ini yang bener-bener perhatian banget ama gue. Atensinya tuh nggak dibuat-buat, beneran tulus dan itu berasa banget. Gue jadi nggak enak hati malah karena jadinya ngerepotin. Mulai dari beliin makanan, ngecek ke kamar, bener-bener kasih perhatian yang besar.
Singkat cerita, gue bisa menelan ludah seperti biasa dalam waktu 1×24 jam, bisa trekking tanpa halangan, bisa liburan ke tempat-tempat lain, tapi luka di leher gue meninggalkan bekas keloid karena gue anaknya keloidan banget (apeeeeeee lagiiii).
Yah, mudah-mudahan aja ini terakhir kalinya gue bersinggungan dengan pengalaman kayak gini. Semoga di tahun 2018 dan seterusnya, liburan gue nggak perlu ada yang kejadian yang kayak begini, hahahahaaaaa…
Tolong diaminkan yang kencang ya, sodara-sodara sebangsa setanah air yaaaaaaaaaaaaaa… 🙂


