…ibam baca…

Ibam sekarang usia 3 tahun 8 bulan. Dia sudah bisa baca sejak 3 tahun 3 bulan. Banyak yang bilang dia cerdas karena hal ini sebab rata-rata anak sekarang bisa baca ketika berusia 4-5 tahunan. Kalau gue sih, berdasarkan info dari ibu Tjuk, baru bisa baca usia 5 tahun, hahahaha.

Gue bersyukur sekali punya Ibam yang kalau diajari ilmu baru itu cepat menyerapnya. Memang, untuk membaca satu kata hingga kalimat lengkap terdiri dari SPOK itu Ibam cuma perlu belajar 1 bulan. Namun semuanya ini berawal sejak dia usia 1 tahunan, ketika belum bisa ngomong. Gue mulai tiap hari membacakan dia buku cerita. Mulai dari buku yang cuma ada gambar setiap halamannya sampai kamus bergambar Indonesia – Inggris. Gue juga belikan dia flash card abjad, angka, buah & sayuran, serta warna & bentuk. Pernah ya, waktu dia sekitar usia 1,5 tahun (dia belum bisa ngomong, tapi sudah bisa jalan), gue ajak dia ke Gramedia. Gue suruh dia milih buku sendiri dan dipilihlah buku buah & sayuran. Setiap hari minta dibacain, dan akhirnya pas usia 20 bulan, kata pertama dia adalah BUAH! Bukan papa, bukan ibu, tapi buah.

Buku favorit Ibam sampai saat ini

Selain media flash card & buku, gue juga ajari dia untuk mengenal huruf dari magnet. Nah ide beli magnet ini didapat pas gue liburan ke Blora. Gue lagi menginap di rumah kerabat yang punya cucu usia TK dan pakai magnet abjad untuk merangkai kata. Sesampainya di Jakarta, langsung deh beli di lokapasar hijau. Anaknya senang sekali dapat mainan baru, dan mulai deh ajari dia abjad A sampai Z dengan cara yang tidak membosankan. Contohnya magnet disebar di lantai, trus minta dia ambil huruf yang gue sebut, trus tempel di kulkas. Nah ketika dia sudah hafal semua abjad walau nggak urut, gue iseng nulis abjad-abjad itu di kulkas. Oh ya, kulkas gue ini ditempel stiker putih yang bisa ditulis/digambar. Jadi kalau Ibam mau corat-coret, ya gue arahkannya ke sana. Yang biasanya terjadi sih, dia akan minta gue atau bapaknya untuk nulis/gambar, haha.

Berbagai flash card

Ide untuk mengajari Ibam membaca itu sendiri sebenarnya datang dari mas Erwin. Dia nyuruh gue beli buku cara membaca tanpa dieja. Sejujurnya gue enggan karena gue pikir Ibam belum cukup umur. Gue pikir, biarkan dia membaca sesuai usianya. Namun mas Erwin bilang kalau dilihat dari kecerdasannya, ya dicoba saja dulu. Well, buku itu disertai dengan kartu abjad. Gue coba dan dia tertarik untuk membacanya. Dia bahkan sudah hafal kata-kata di kartunya. Namun pas gue ajak dia untuk membaca di halaman bukunya, dia ogah-ogahan. Jadi menurut gue ya belum saatnya untuk belajar lebih lanjut.

Buku belajar membaca Ibam

Nah pas dia usia 3 tahun 2 bulan, gue coba untuk mengajari dia membaca lagi. Kali ini dia benar-benar menunjukkan ketertarikannya. Jadi, seharusnya tuh 10 menit belajar 1 halaman. Yang terjadi adalah, 10 menit itu belajar 2-3 halaman. Setiap gue mau berhenti mengajari Ibam, dia malah nyuruh untuk terus. Selain yang di buku, gue juga nulis banyak kalimat untuk dia baca. Alhasil, dalam waktu 1 bulan, dia udah lancar banget bacanya. Alhamdulillah!

Sekarang Ibam lagi senang bahasa Inggris. Dia bahkan minta gue untuk memasukkan dia ke kelas bahasa Inggris. Again, gue merasa terlalu dini, tetapi berhubung ini anaknya sendiri yang minta, dan sudah berjalan 4 bulan dia masih menunjukkan ketertarikan yang tinggi, jadi ya baguslah. Uang yang keluar jadi tidak sia-sia, hahahaha…

…cerita hantu…

Pernah nggak sih, waktu kalian menginap di hotel, pas masuk kamarnya langsung berasa ada yang “nggak enak”? Atau mungkin kalian malah pernah dikerjain ama makhluk gaibnya? Nah gue di sini mau cerita tiga kejadian ketika gue dikerjain mereka yang tidak terlihat.

Ini kejadian baru banget terjadi. Waktu masuk nggak gitu berasa sih, tapi pas udah mau tidur, gue merasa, “Itu apaan sih ngeliatin gue mulu?” Gue kebetulan menginap sama Ibam. Yang gue khawatirkan adalah Ibam melihat sesuatu yang nggak kelihatan ama gue. Dia sih bukan anak Indihome, eh, indigo, tapi pernah beberapa kali dia melihat sesuatu sampe jejeritan. Anyway, karena gue berasa ada yang ngeliatin, jadilah bagian itu gue nyalain lampunya. Sebelum tidur pun gue baca ayat Kursi sampe 3x dan gue bilang, “Tolong jangan ganggu ya. Gue cuma mau istirahat.” But, you know whaaaaattt? Tengah malam dia nyalain AC dong (dan di 2 malam gue nginep di situ, dia nyalain AC mulu! Grrrrrr….). Trus ya, pas pagi di hari kedua, pas gue mau nyalain laptop yang ada di atas meja, gue masukin password yang biasa, eh bilangnya password incorrect doooong. Asli gue kesel banget. Ada sekitar 15 menit akhirnya gue coba berbagai macam password, dan gue menyerah karena gue harus pergi. Balik hotel sekitar sore, gue coba lagi dan tentunya masih belum bisa. Akhirnya gue kesel, misuh-misuh ke si setan, “Gak usah rese ya. Gue nggak ganggu lo, jadi nggak usah isengin gue.” Trus gue masukkan lagi password gue, dan tadaaaaaaa, berhasil masuk ke laptop! Menjengkelkan banget!!

Sekarang cerita kejadian kedua. Ini kayaknya tahun 2013, pas gue lagi ada kerja lapangan di Kupang. Jadi gue sampe kamar hotel tuh sekitar jam 6-7 malam. Habis mandi, gue mau kerja lagi. Gue nyalain lah laptop. Nggak lama, gue merasakan sendiri kalau laptop gue diangkat, trus kebanting keras di meja. Pikiran gue satu, GEMPA! Gue langsung pake jaket dan siap-siap evakuasi keluar kamar. Tapi gue langsung liat air di gelas gue, lha kok ga gerak-gerak? Tapi kok tirai gue gerak? Trus gue langsung telepon resepsionis, nanya apakah barusan ada gempa. Si resepsionis bilang nggak. Gue sampe nanya dua kali, dan nada dia kayak bingung gitu ama pertanyaan gue. Setelah tutup pintu, gue sadar, pasti ini ulah setan. Gue balik ke laptop dan tuh setan ternyata masih bercokol di kamar, tepatnya di kamar mandi karena dia mengetuk-ngetuk cermin di kamar mandi. Langsung marah lah gue. Gue bilang ke dia, “Heh! Nggak usah rese ya! Pake ketok-ketok cermin. Gue nggak takut!” Eh asli ya, langsung hilang tuh suara. Senyap. Namun nggak bisa dipungkiri, gue rada jiper juga secara gue masih ada 2 malam lagi untuk tinggal di sana. Akhirnya, dari kejadian itu sampe gue check out, channel Rodja TV setia menemani dengan volume yang besar, hahahaha…

Dan sekarang gue mau cerita kejadian yang sampai detik ini adalah kejadian yang paling nggak akan pernah terlupakan seumur hidup gue.

Bulan Desember 2002, gue ditugaskan ke Dili selama 2 minggu. Pas gue tiba di kamar tuh udah sore menjelang malam. Berhubung Dili tuh 2 jam lebih cepat dari Jakarta dan besoknya gue harus udah mulai kerja, jadi gue harus cepat tidur supaya bisa langsung menyesuaikan waktu. Setelah shalat, gue langsung siap tidur. Tentunya tidak lupa baca ayat kursi. Oya, tata letak kamar gue tuh, pas buka pintu kamar, di sebelah kiri gue kamar mandi, trus maju ke depan beberapa langkah adalah TV. Tempat tidur gue ada di kiri, sebelahan persis ama kamar mandi. Nah balik lagi ya. Abis shalat Isya, langsung gue tidur. Gue matikan lampu, matikan TV. Asli gelap karena ini kayak kamar kosan, dan ini termasuk yang paling bagus. Maklum sih, secara Dili ini baru banget diproklamasikan jadi negara merdeka Mei 2002. Anyway, kamar udah gelap. Gue berusaha untuk tidur, dan kayaknya sekitar 1 jam gegoleran, gue akhirnya tidur juga. Tiba-tiba sekitar jam 1-2 pagi, gue pikir gue mimpi karena gue lihat kok kayak ada kakek baju putih rambut dan janggut panjang yang warnanya putih juga, keluar dari kamar mandi dan melihat ke arah gue tidur. Kalau nonton Lord of the Rings, pasti pada tahu Gandalf kan? Nah ini persis kayak dia. Karena gue pikir mimpi, ya gue merem lagi. Posisi tidur gue itu miring ke kiri, memunggungi dinding kamar mandi. Dan mau tahu? Ternyata gue nggak mimpi! Itu Gandalf berjalan mendekati tempat tidur dan gue nggak berani gerak. Si Gandalf membungkukkan badannya dan napas yang keluar dari hidungnya itu terasa banget di kulit pipi gue. Gue berusaha memicingkan mata sebentar, habis itu gue merem lagi karena gue ketakutan setengah mati. Langsung gue baca ayat kursi walau di dalam hati gue merasa percuma karena orang Dili kan Katolik, jadi gue rasa si Gandalf ini juga Katolik. Keselnya lagi, di saat terjepit kayak gini, otak gue nggak bisa mengingat ayat kursi dengan sempurna. Jadi bolak-balik ulang dari awal. Entah berapa lama gue merem, tapi yang jelas gue berhasil merem dan ga buka-buka mata lagi sampe pagi. Ya Allah Tuhanku, seneng banget gue nemu pagi! Gue tahu gue masih ada 13 hari lagi di hotel ini, dan gue berharap banget ga ada kejadian lagi kayak semalam. Jadi setiap gue mau tidur, gue pasti nyalain lampu dan TV. Memang jadinya gue kurang tidur selama di sini, tapi daripada gue didatangi Gandalf lagi kaaaaan… Hari gue check out adalah hari yang paling gue tunggu-tunggu. Asli lega banget bisa keluar dari kamar hotel ini. Semua gara-gara Gandalf! Bener-bener berdoa supaya nggak ada lagi kejadian ketemu makhluk gaib yang lebih menyeramkan dari ini. Hiiiiiii…..

…semua akan terkena pada waktunya…

Sudah 5 tahun sejak pertama kali virus Corona ditemukan. Ketika awal ada berita tentang virus ini, gue anggap enteng seperti orang-orang kebanyakan. Bahwa ini adalah virus flu biasa yang terlalu dihebohkan. Ternyata gue salah. Virus ini membuat seluruh dunia ketakutan. Bahkan gue dan ibu Tjuk yang sedang melakukan perjalanan keluar negeri saat awal virus ini “mengguncang” dunia harus terkena dampaknya. Kami berdua (plus 8 orang lainnya di dalam grup kecil) tidak bisa masuk ke Israel untuk mengunjungi Aqsa. Alhasil, kami berubah destinasi dengan menjelajahi Yordania saja sebagai gantinya. Kasihan sih kalau melihat raut kekecewaan di wajah ibu Tjuk. Mau dia jalan lagi ke sana, tampaknya sudah tidak bisa lagi karena sudah semakin sering mengeluh kecapekan. Ah sudahlah, mari kita berlanjut menulis yang lain.

Omong-omong soal virus Corona, gue adalah alumni Delta dan itu terjadi pas Ibam usia 1,5 bulan (Juli 2021). Kemungkinan gue tertular dari kakak gue, karena pas gue lagi nginep di rumah ibu Tjuk, dia belum tahu kalau dia terkena Delta. Jadi ya tentunya kami berinteraksi seperti biasa. Selang 1-2 hari kemudian, dia kasih tahu kalau dia kena Delta. Saat itu gue tidak terpikir sama sekali untuk tes lab. Kira-kira 2 hari kemudian, gue beli nanas madu untuk gue dan mas Erwin. Ketika mas Erwin, dia nggak ada keluhan apa-apa. Tapi pas gue malam nanas itu di sore hari, dari saat gue gigit tuh nanas, gue berasa kok ini nanas bergetah banget, padahal biasanya beli dari abang yang sama juga nggak kenapa-napa. Gue sih tetap makan itu nanas sampai gigitan terakhir sambil ngebatin, mungkin nanasnya lagi nggak bagus aja dan si abang lagi khilaf cara motongnya, hahaha…

Nah, ternyata reaksi nanas itu cepat sekali. Pas gue tidur malam, sekujur badan gue gatal sekali. Gue sampe nggak mau selimutan karena bahan itu selimut memperparah gatalnya gue. Padahal itu selimut baru gue ganti 2 hari yang lalu. Semalaman gue benar-benar nggak bisa tidur karena garuk-garuk mulu.

Paginya gue langsung cek badan gue. Ya ampuuuun, kulit gue udah tebal kayak alergi nanas. Memang sih dulu gue pernah alergi nanas, tapi itu pas gue usia 5 tahun. Gara-garanya juga karena nanas yang gue makan bergetah. Nah, balik lagi ke kondisi gue tadi. Gue sampe ngeri sendiri karena kulit selain tebal, jadinya merah-merah. Kalian tahu kan, kalau gatal bawaannya pengen garuk, dan kalau sudah garuk, susah sekali stopnya? Nah gue kayak gitu.

Ketika gue harus fokus kasih ASI ke Ibam, tapi gue juga harus nahan gatal pas meng-ASI-hi dia. Benar-benar cobaan deh. Untung punya kenalan dokter, jadi bisa konsultasi tentang hal ini. Dia suruh gue mandi air dingin (sebelumnya gue salah, gue mandi air hangat) kalau gatal sudah mulai merajalela. Jadinya gue mandi air dingin beberapa jam sekali dan basuh badan pakai es batu. Beneran membantu sih, walau sedikiiiiiiiiiit sekali. Setelah mandi, gue pakein Caladine. Nah, untungnya sempat kasih tahu ke dokter kalau gue pake Herocyn pas gue gatal. Langsung kayak diomelin, karena Herocyn justru memperparah alergi gatal. Berhubung nggak ada Caladine di rumah, langsung gue beli via aplikasi.

Malam hari jadi cobaan lagi, dan gue benar-benar berharap untuk segera pagi kembali. Istirahat gue kurang, tapi gue mikir, yang penting kebutuhan Ibam terpenuhi dan dia tidak terganggu tidurnya sama sekali ama gue.

Nah besoknya sudah mulai agak berkurang gatalnya. Kulit tebal di kulit sudah mulai berkurang juga. Tapi sekarang area gatalnya pindah, yaitu ke kulit kepala dan lidah! Aneh banget nggak sih? Itu kayak elo sariawan di seluruh lidah. Kulitnya ampe putih-putih gitu. Asli susah banget itu garuknya. Untung mas Erwin itu WFH, jadi ketika gue sibuk dengan mandi es batu dan gatal-gatal, dia bisa ngawasin Ibam. Dan untungnya (lagi!), karena Ibam masih 1,5 bulan, jadi kegiatannya ya cuma tidur, ASI, tidur, ASI, aja.

Hari ketiga setelah makan nanas, alergi gue sudah semakin hilang, tapi gue kok jadinya kayak demam gitu. Di hari ini, mas Erwin sudah mulai batuk-batuk kering gitu. Kami putuskan untuk pakai masker supaya tidak menulari Ibam. Walau demam, untungnya gue masih bisa masak dan membereskan rumah.

Pas hari kelima, baru deh fix gue tahu gue kena ini virus sialan. Kenapa? Karena gue kena anosmia! Kebayang nggak sih? Bangun tidur, trus tahu-tahu hilang aja penciuman elo. Gue kan berkutat di dapur, masak. Lha ya kok gue nggak mencium itu yang namanya bau bawang merah? Parno dong gue. Gue ciumin semua barang yang berbau kuat kayak minyak kayu putih yang gue benci banget baunya. Langsung deh gue tanya kakak gue, berapa lama dia kena anosmia. Dia bilang sekitar 4-5 hari. Trus gue cari di Internet, katanya orang bisa terkena anosmia sampai 6 bulan. Wakwaaaaaaaaaawwwwwww… E-N-A-M B-U-L-A-N???? Nah kalo gue kena anosmia, mas Erwin itu hilang indera perasanya. Jadi buat dia, semua makanan itu asin.

Setelah tahu gue kena Delta, langsung gue beli itu namanya cairan pembersih hidung (yang pake suntikan dan kayak botol infus itu), trus kungkum kepala pake air hangat yang ditetesi minyak kayu putih dan baking soda, minum minuman rempah supaya nggak makin parah, endus-endus essential oil untuk ngetes apakah masih anosmia atau nggak, makan tiga kali sehari, dan tentunya doa supaya tidak makin parah dan segera pulih. Berhubung gue adalah ibu menyusui, jadi gue nggak bisa minum sembarang obat. Obat yang bisa gue minum hanya panadol hijau untuk demam, siladex untuk batuk dan permen wood’s peppermint. Gue yang terbiasa obat dengan dosis tinggi sebelum hamil & punya anak, hanya bisa pasrah minum obat generik yang dosisnya cemen, hahahaa…

Gue dan mas Erwin tetap nggak ke lab untuk memeriksakan diri karena mikir, percuma juga wong udah jelas kami positif. Jadi yang kami lakukan ya pengobatan mandiri aja. Setelah 2 minggu berjalan, akhirnya kami sembuh juga. Jangan ditanya deh perasaan gue ketika bisa mencium bau essential oil lemon. Rasanya mau teriak (tapi gak bisa karena Ibam tidur)! Abis itu langsung gue endus bawang putih, bawang merah, dan tentunya, minyak kayu putih!

Dunia gue serasa kembali normal… Terima kasih Tuhan telah mengangkat penyakit kami. Terima kasih Ibam sudah mengerti keadaan ibunya yang lagi sakit dan tidak rewel sama sekali.

…raja dari segala buah…

Konon kata, durian didaulat sebagai raja dari segala buah. Gue sendiri nggak tahu alasan tepatnya, tapi gue berasumsi bahwa ini karena kenikmatan durian yang tiada tara (hmmmm, setidaknya itu yang dirasakan oleh para pecinta durian).

Sebagai orang yang lahir dan sempat merasakan waktu kecil di Palembang, gue merasakan senangnya makan durian murah. Gue inget banget ya, bapak gue pernah pulang bawa 1 pikap durian. Yap, 1 pikap! Dan harganya itu berkali-kali lipat lebih murah dari Jakarta. Makanya waktu gue pindah ke Jakarta, salah satu hal yang gue rindukan selain makan pempek adalah makan durian.

Pas gue jalan-jalan ke luar Jakarta, gue juga usahakan untuk makan durian setempat. Sejauh ini, durian Nias dan durian Siau itu yang paling enak. Mungkin ini juga karena effort untuk belinya, hahahaha. Jauh dari Jakarta! Eh tapi jujur, rasanya tuh enak banget. Kalah lah itu Montong.

Nah pas gue punya Ibam, pas dia udah mulai bisa makan makanan dewasa, gue sudah berketetapan untuk mulai mengajari dia makan durian sedari dini. Kalau nggak salah, gue mengenalkan durian ke dia itu pas dia usia 13 bulan. Sekarang dia 3 tahun 7 bulan dan dia kadang bilang ke gue, “Bu, kita sudah lama ya nggak makan durian.” Hahaha, halus banget ya untuk minta gue beliin dia durian.

Omong-omong, sebenarnya ada nggak sih waktu khusus untuk makan durian? Maksudnya, apakah lazimnya makan durian itu hanya siang, sore, malam atau mungkin pagi hari? Soalnya kalau hal ini ditanyakan ke gue, pasti gue akan jawab nggak ada waktu khususnya. Gue bisa aja makan durian di pagi hari, yang penting gue udah sarapan terlebih dahulu. Gue nggak mau risiko habis makan durian dengan perut kosong. Plus, rugi banget. Masak habis makan durian langsung dikeluarkan lagi?

Hihihihi…

…demi masa tua…

Dulu, gue itu termasuk orang yang anti olahraga. Pernah sih ikut jadi anggota pusat kebugaran, tapi kok rasanya gue jadi sedekah aja. Dalam artian, gue bayar langganan bulanan, tapi olahraga dalam sebulannya nggak sampai hitungan 2 tangan. Sampai akhirnya pas tahun 2015 gue lagi liburan ke Selandia Baru dan melihat seorang nenek, mungkin di atas 70 tahun, yang badannya terkena osteoporosis (posturnya seperti ruku’) dan dia masih menyetir. Itu mungkin jadi titik balik gue untuk mulai berpikir tentang olahraga. Gue ini penderita skoliosis (ini juga tahunya tidak sengaja pas 2010 gue menjalani MRI) dan gue nggak mau pas nanti tuanya gue mengalami masalah lebih lanjut akibat penyakit ini.

Jadilah pas balik dari liburan, gue sibuk mencari info tentang olahraga yang cocok untuk penderita skoliosis. Selain berenang gaya punggung, ternyata pilates dan yoga Iyengar itu yang cocok untuk gue. Ya untung banget ada studio pilates ini di Bintaro. Lalu gue juga ikut kelas yoga Iyengar di Kemang. Cuma sejak menikah, gue udah nggak yoga lagi karena jauh banget kalo mau ke Kemang dari Pondok Cabe. Jadi yang masih berlanjut hanya pilates.

Covid melanda, lalu gue hamil, kayaknya sekitar 3 tahun gue absen pilates. Pas mulai lagi, ternyata studio pilates ini sudah berkembang sekali. Tempat masih sama sih, cuma instruktur sudah bertambah, alat juga makin banyak, dan yang jelas, harganya naik, hahahaha. Namun karena gue mikir demi masa tua yang sehat, gue “memaksakan diri” untuk olahraga lagi. Dan juga benar kata orang sih, bahwa kalau sudah terbiasa olahraga, walau udah istirahat lama, pasti badan akan ngerasa ada yang kurang dan kita akan kembali lagi berolahraga. Setelah kembali pilates, gue merasa badan jauh lebih bugar. Pegal, tapi enak!

…sudah 2 tahun…

Beberapa hari lalu di salah satu WAG yang gue ikuti sedang membahas media untuk menulis dan mencurahkan pendapat pribadi. Ada yang menyebut Medium, dan cukup banyak orang yang sepakat bahwa Medium ini platform yang menyenangkan untuk menulis pendek. Gue bilang kalau gue sulit, kalau nggak bisa dibilang enggan, untuk pakai media lain karena gue udah beli domain. Nggak lama, gue iseng cek blog gue, dan gue hampir KESELEK! Boooooo, udah 2 tahun ternyata gue nggak nulis. Padahal ya, banyak sekali ide yang terlintas di kepala. Tapi ya gitulah, semua hanya berhenti di kepala. Kayaknya bener kata salah satu temen gue (dan banyak yang mengiyakan) bahwa menulis itu “wajib dipaksa” supaya tidak mentok di niat saja. Seperti gue ini!

Okelah… Sepertinya mulai tahun ini gue akan mulai rajin menulis lagi. Nggak perlu idealis harus ada foto jepretan gue di tiap pos karena itu bisa menyusul. Yang penting menulis dulu.

Sampai berjumpa di tulisan berikutnya!

…cari nama…

Masih cerita seputar bayi nih. Semoga yang baca nggak bosen, hahahaa…

Jadi ternyata cari nama itu susah-susah gampang. Kenapa? Karena nama itu akan melekat dari ini anak lahir sampai dia meninggalkan dunia fana. Memang sih, Shakespeare bilang, “What’s in a name?”, tapi kan bukan berarti main asal aja kasih nama. Sebelum USG 4D, gue ama mas Erwin berharap bayi yang di kandungan itu perempuan, jadi ya sibuknya cari nama perempuan. Gue sebenarnya pengen terdiri dari tiga kata aja, tapi berhubung mas Erwin pengen menyematkan “Putri Kurnia” di nama si bayi, jadi biar adil, gue mesti cari 2 kata di awal.

Gue udah dapat nih, Nada Daniella, panggilannya Baby D. Tapi kenyataan berkata lain. Pas USG 4D di usia kehamilan 6 bulan, ternyata bayinya laki. Jadi selamat tinggal Nada Daniella, dan gue harus mencari nama baru.

Gue inget waktu kuliah, pas lagi sibuk buat skripsi, ada Piala Dunia. Trus gue terinspirasi sama nama-nama pemain bolanya. Gue bilang dalam hati, kalo punya anak, gue pengen namain “Giuseppe Tristan Ibrahim”. Jadilah gue ngulik arti nama dari tiga kata itu. Kalo Giuseppe itu kan Joseph alias nabi Yusuf, tapi dalam bahasa Italia. Trus Ibrahim juga nabi. Kalo dalam 1 nama ada 2 nabi kok kayaknya berat banget yaaaaaaaa. Jadi akhirnya diputuskan aja pake Ibrahim, bapak para nabi. Sekarang beralih ke Tristan. Ini adalah nama karakter yang diperankan Brad Pitt dalam film Legends of the Fall. Di film itu dibilang, kalo Tristan dalam bahasa Indian itu artinya pengembara. Gue cari dong di Google, apa iya itu artinya. Ternyata gak nemu. Malah gue ketemu bahwa nama itu berasal dari bahasa Perancis dan artinya sedih atau penuh kesedihan. Lha kok beda? Otomatis batal kasih nama itu ke calon anak karena gue nggak pengen ntar hidupnya penuh kesedihan.

Akhirnya gue putuskan untuk cari kata kedua untuk namanya ini di Google. Gue mau kasih nama Jawa ke nih anak, tapi yang nggak pasaran dan cocok kalo dipasangkan dengan Ibrahim & Putra Kurnia (oh iya, berhubung laki makanya jadi putra). Ternyata banyak sekali nama laki Jawa, dan sempat bingung memutuskan pilihan karena artinya bagus-bagus, hahaha… Tapi setelah beberapa hari bolak-balik cari dan baca, akhirnya pilihan jatuh ke nama Hanenda yang artinya pantang menyerah, gigih dan secara alamiah mendatangkan uang. Gue puas banget dengan rangkaian namanya, Ibrahim Hanenda Putra Kurnia. Nama yang mas Erwin pun suka.

Oh ya, sedikit cerita untuk yang bagian mendatangkan uang. Waktu dia lahir, dia seperti memanifestasikan apa yang ada di pikiran gue dengan meneruskannya ke pikiran teman-teman gue yang memberi hadiah. Apa yang gue pengen untuk dia, langsung terwujud dalam hitungan jam. Anehnya nih, teman-teman gue yang ngasih itu nggak pake nanya, “Jul, mau apa?”. Gue ama mas Erwin sampe ketawa-ketawa sendiri saking percaya nggak percaya gitu sama kekuatan dia untuk mewujudkan pikiran gue. Sampe mas Erwin bilang, coba teruskan keinginan punya mobil ke temen-temen ibu, hahahaaa…

Trus nih ya, teman-teman yang ngasih gue hadiah untuk Ibam itu udah nggak terhitung lagi, dan beberapa ada yang membuat gue terharu karena ada yang cukup lama nggak ketemu tapi bela-belain kirim hadiah. Asli! Rezeki yang diberikan Allah SWT untuk anak ini luar biasa. Alhamdulillah dan bersyukur banget…

Semoga doa dan harapan gue berdua mas Erwin yang tersemat di namanya sejalan dengan perilaku, tabiat, tutur kata dan kepribadiannya dalam menjalani kehidupan. Semoga Ibam, nama panggilannya, menjadi anak yang sholeh, berbakti kepada orang tua, berguna bagi sesama, peduli & penuh cinta kasih, toleran, penjelajah Indonesia, meraih semua yang diinginkannya selama berada di jalan Allah, senantiasa sehat, dan mendapatkan yang terbaik baik di dunia maupun akhirat.

Aamiin ya rabbal alamin.

…akhirnya keluar juga…

Di blog sebelumnya, cerita gue kan berhenti di minggu ke-37. Nah, sekarang gue mau cerita mulai dari masuk ke minggu 38 sampai proses kelahiran.

Seperti biasa, hari Sabtu gue harus check ke dokter kandungan. Pas check up di minggu ke-38 itu, dokter bilang kalo gue udah bukaan satu dan posisi bayi sudah sesuai. Oh iya, dokter gue ganti karena dokter yang megang gue itu ditugaskan keluar kota sama Kemenkes. Dokter pengganti gue ini jauh lebih komunikatif, memberikan banyak informasi dan gue bersyukur dia yang bakal megang gue pas melahirkan nanti. Dokter cuma pesan agar gue lebih banyak bergerak supaya keinginan gue untuk melahirkan normal bisa terwujud.

Di minggu ke-39, gue udah feeling kalau ini gue akan disuruh masuk ruang rawat ama dokter kandungan. Jadi gue udah bawa koper berisikan segala printilan orang lahiran & si jabang bayi. Bener aja! Dia nyuruh gue untuk masuk kamar perawatan karena udah bukaan 2. Urus segala proses administrasi, tes antigen, trus gue masuk kamar deh. Untuk mempercepat bukaan, perawat bilang kalo dokter minta dia agar gue diinduksi. Induksi pertama jam 4 sore dan perawat bilang akan segera terasa mulas. Hmmm, nggak ada yang terjadi sama sekali. Setelah 6 jam, efek induksi habis, para suster bingung dan akhirnya mereka menginduksi gue lagi atas anjuran si dokter.

Naaaaaaaah, induksi kedua ini yang berasa sakit banget dibandingkan yang pertama! Reaksinya pun cepat banget daripada yang pertama. Gue nggak bisa tidur karena sakitnya lumayan banget ituh. Tapi suster jaga yang bolak-balik cek gue lumayan heran kenapa nggak ada pergerakan bukaan yang berarti. Sejauh ini, gue cuma nambah 1 bukaan jadi bukaan 3. Mungkin karena kelelahan atau bisa jadi gue udah bebal, akhirnya gue bisa juga tidur setelah jam 1-2 dini hari.

Paginya, dokter kandungan gue itu datang ngecek. Dia nanya perkembangan dan dia bilang, dia akan coba induksi untuk yang ketiga kali alias yang terakhir. Kalau memang nggak berhasil juga, mau nggak mau gue harus caesar di keesokan paginya. Eh bener dooooooongg.. Induksi yang ketiga ini, gue udah kebal sama sekali. Asli nggak ada sakit-sakitnya! Gue tidur siang dengan pulas, hahaha… Jadi ya sudahlah, caesar it is!

Senin pagi, ibu datang ke RS, padahal gue udah bilang nggak usah. Cuma katanya, mana mungkin dia nggak nungguin gue lahiran. Gue masuk ruang operasi sekitar jam 10. Itu asli cepet banget. Gue sampe nggak pamitan ke mas Erwin karena dia lagi di lobi, gantian nungguin ama ibu. Pihak RS nggak membolehkan ada 2 penunggu pasien di 1 kamar, jadi mau nggak mau harus gantian.

Sudah di area kamar operasi, tapi gue belum masuk ke ruangannya karena gue harus dibius dulu. Ini kan bius lokal, jadi seharusnya gue bisa terjaga dan melihat operasi yang dilakukan sama dokter. Tapi yaaaaaa, abis disuntik itu, gue terbangun tepat di ruang operasi ketika si dokter mengeluarkan bayi dari perut. Gue inget banget dia bilang, “Ini bu, bayinya.” Reaksi gue cuma ngeliatin tuh bayi sambil ngebatin, “Bayinya kok gelap ya”. Trus bayinya dibawa keluar untuk dibersihin, denger suara dia nangis, terus tewas lagi. Tapi menjelang tewas, gue sayup-sayup mendengar si dokter bilang, “Ibu ada myom di luar rahim, saya ambil sekalian ya”. Setelah itu, gue terbangun di ruang kamar operasi, menanti untuk dibawa kembali ke kamar inap dengan kondisi teler berat, nggak bisa melek. Jadi nggak adalah itu yang namanya Inisiasi Menyusui Dini, haha…

Sampai di kamar, disambut mas Erwin & ibu yang ngasih selamat. Mas Erwin saat itu udah selesai mengazankan, tapi bayinya masih belum bisa dibawa ke kamar. Dia bilang kalo di lobi ada teh Fifi, Ge, dan Ayu. Tapi yang sempat gue temui hanya Ayu karena Ge dan teh Fifi dapet apesnya, dilarang masuk sama perawat.

Menjelang sore, ternyata badan gue drop. Asli itu menggigil banget, badan gak bisa digerakin, trus pendarahan berat. Bukannya mau hiperbola, tapi saat itu gue udah kayak mau “lewat”. Makanya gue minta tolong mas Erwin untuk panggil ibu yang ada di lobi lantai kamar, minta ampunannya. Gue nggak tahu berapa lama berlangsungnya, tapi menurut gue sih cukup lama. Malamnya, keadaan gue sudah mulai mendingan. Gue tanya perawat kapan bisa lihat bayinya. Dia bilang baru besok pagi akan diantar ke kamar.

Paginya, sekitar habis Subuh, pas jadwal suster keliling ngecek tiap kamar, dia ke kamar sambil bawa bayi untuk dimandiin. Itu pertama kalinya gue lihat bayi yang gue kandung, yang dibawa ke mana-mana selama 39 minggu 5 hari, yang buat muntah kadang tanpa alasan, bayi lelaki yang merupakan perwujudan dari doa yang gue panjatkan selama bulan puasa ke Allah SWT. Perasaan campur aduk, apalagi pas kasih ASI pertama kali. Ambyaaaaaaaaaarrr…

Dan terhitung tanggal 31 Mei 2021, gue memikul tanggung jawab baru yaitu menjadi ibu. Semoga gue bisa menjadi ibu yang baik untuknya.

Aamiin ya rabbal alamin.

…ambang batas…

Sebelum menikah, gue bolak-balik bilang ke mas Erwin kalo gue nggak mau punya anak. Alasannya karena mas Erwin udah punya 3 anak (jadi mending fokus ke mereka), terus usia gue juga udah nggak muda lagi. Sehingga kalo gue punya anak, kesenjangan usia antara gue dan anak gue akan sangat besar. Untung aja mas Erwin pengertian, jadi dia pun nggak pernah nuntut untuk punya anak.

Buat yang belum tahu, gue menikah di usia yang menurut pandangan orang Indonesia itu sangat terlambat, yaitu 42 tahun. Setelah gue menikah, ada beberapa teman yang bertanya tentang keinginan memiliki keturunan. Jawaban gue sih diplomatis, kalau dikasih Allah ya terima, kalau nggak ya nggak apa-apa juga. Yang penting, kalau sampai usia 45 belum dapat keturunan, gue langsung mau pakai IUD. Kenapa 45? Karena menurut gue, itu udah batas maksimal untuk melahirkan dan punya anak. Itulah mengapa gue nggak ikut program untuk segera memiliki momongan, karena gue percaya ama jalan Tuhan. Semuanya dibawa santai aja.

Nah pas puasa tahun lalu, gue seperti mendapat pencerahan gitu. Gue terinspirasi sama kisah Nabi Zakaria a.s. yang istrinya udah tua, bahkan divonis mandul, tapi akhirnya bisa hamil karena setiap saat Nabi Zakaria memanjatkan doa ke Allah SWT. Lalu terlintas aja di pikiran, kenapa juga nggak nyoba untuk memanjatkan doa yang sama. Cuma karena pada saat itu gue sangat fokus mengurus anak kucing gue yang sakit, jadi ya sambil lalu aja pikiran untuk punya keturunan itu.

Agustus, anak kucing gue mati dan setelah itu, gue baru benar-benar kepikiran untuk mencoba doa Nabi Zakaria. Alhamdulillah pas bulan September, seminggu setelah ulang tahun pernikahan yang ke-2, gue mengalami telat mens, sementara siklus gue sangat teratur. Tapi gue nggak langsung beli test pack. Gue nunggu sekitar 1 minggu untuk ngecek dengan test pack. Gue sengaja beli beberapa test pack dari merek berbeda. Pas pertama kali ngecek dan lihat ada 2 strip merah, jujur, gue nggak tau mesti merasakan apa. Senang udah pasti sih, dan tentu saja gue berterima kasih sama Allah SWT. Sujud syukur karena diberi kepercayaan untuk memiliki keturunan. Tapi di luar dari itu, gue kayaknya lempeng banget, cuma bisa bilang ke diri sendiri, “Oke, gue hamil. Lalu?”

Sewajarnya wanita hamil, sudah pasti ngecek kehamilan ke dokter kandungan. Pertama kali ke sana, gue dikasih tahu kalo masih kecil banget (ya iya laaaaaaah, wong baru usia 2 minggu) dan dia nyuruh gue untuk balik lagi 2 minggu untuk memastikan. Alhamdulillah, pas balik lagi ke dokter, di-USG, dan dokter confirm kalau memang gue hamil dan mengingat usia yang sudah tidak lagi muda, harus lebih sedikit waspada walau tidak membatasi aktivitas gue.

Sampai minggu ke-6, semua berjalan dengan sangat baik. Dan pas masuk minggu ke-7, dimulailah perjalanan kehamilan gue. Penciuman gue mulai terganggu, indera pengecap gue pun mulai aneh, dan gue mulai muntah walau gak banyak. Masuk minggu ke-8, jadi semakin parah. Masak, gue bahkan muntah ketika minum air putih. Jangan tanya soal makanan, karena nggak ada yang bisa bertahan masuk ke perut selain Regal, dan itu nggak ada gizinya sama sekali. Di minggu ke-9, pas jadwal ke dokter kandungan, gue bilang aja apa yang gue rasakan. Dan dia nyuruh gue untuk diopname. Berhubung itu hari Sabtu dan gue belum siap apa-apa kalau harus opname hari itu juga, jadi gue dibolehkan untuk datang buat rawat inap hari Minggu lewat UGD. Selain itu, kalau masuk lewat UGD, gue bisa ditanggung BPJS. Setelah tiga hari dirawat karena dehidrasi, Alhamdulillah, keadaan membaik dan gue boleh pulang.

Setelah keluar dari RS, tidak serta-merta keadaan gue langsung membaik seperti tidak ada apa-apa. Memang lebih baik dari sebelum masuk RS, tapi indera penciuman dan pengecap gue masih mendominasi hari-hari gue. Bersyukur sih mas Erwin bisa masak karena gue nggak bisa beraktivitas sama sekali. Mau jalan, pusing. Mau masak, cium aroma bawang putih aja langsung muntah. Bahkan ada masa gue pesan katering selama 2-3 minggu karena gue kasihan lihat mas Erwin masak (dan gue butuh sayuran, sementara mas Erwin kurang suka masak sayur-mayur).

Kata orang, masuk bulan ke-4, semuanya mulai berangsur membaik. Dalam artian, muntahnya berhenti. Tapi tidak untuk gue. Muntah udah jadi aktivitas gue sehari-hari, dan muntah gue itu bukan karena makanan. Gue bisa tuh muntah karena duduk kelamaan di deket pintu sehingga berteman akrab dengan angin, atau karena salah posisi bantal sehingga menekan urat leher, atau karena langsung minum setelah makan. Bahkan gue bisa muntah hanya karena gue membungkukkan badan setelah makan.

Ada beberapa kejadian muntah yang bikin gue kesel. Di suatu pagi, ketika gue kelar sarapan nasi pake abon, gue lupa kalo harus kasih jeda satu jam untuk minum. Kelar makan, langsung minum, nggak sampe 2 menit, itu nasi naik ke kerongkongan dan gue harus lari ke toilet untuk mengeluarkan semuanya. Gue beneran misuh-misuh sendiri karena abis muntah, gue lapar banget dan nggak bisa langsung makan karena nasinya habis. Jadi gue harus masak dulu!

Kejadian kedua, masih berhubungan dengan makan. Pas abis makan siang nasi & rawon, ada nasi jatuh dari piring. Terus gue membungkukkan badan untuk ambil nasi yang jatuh itu. Eh yang ada, itu nasi rawon naik ke kerongkongan dan secepat kilat gue ke kamar mandi untuk mengeluarkannya. Sebel! Masih banyak lagi kejadi muntah ini, dan saking banyaknya, nggak ngerti lagi mana yang mau diceritain di sini. Jangan sedih, gue dan muntah ini berteman akrab sampai minggu ke-36, hahaha… Asli luar binasah!

Untuk indera penciuman juga sama aja parahnya. Gue nggak bisa mencium sesuatu yang terlalu wangi. Jadi sabun mandi gue yang wewangian bunga harus diganti sama sabun bayi yang menurut labelnya “Mild” tapi setiap gue mandi, gue akan bernafas lewat mulut karena masih kencang di hidung gue. Banyak banget bau/aroma yang tadinya gue sukai sebelum hamil tapi pas hamil ini bisa membuat gue eneg to the max. Tapi gue nggak kayak mayoritas cewek hamil (bahkan ibu gue mengalaminya) yang nggak bisa cium bau nasi matang. Gue sama sekali nggak menemukan masalah dengan bau nasi matang (untungnya!).

Menjelang melahirkan, penciuman gue udah berangsur membaik walau masih ada beberapa bau yang masih bisa tercium dari jarak 100 meter dan buat gue eneg seperti kopi (terutama kopi Ayam Merak yang setrong abis baunya!), mecin (by the way, busway, gue yang dijuluki ratu micin sebelum hamil ini sama sekali nggak bisa kena mecin, man! Pernah ngedeprok seharian di toilet karena makan bakmi ayam GM 3 sendok ajah!), dan Baygon (anehnya, gue nggak ada masalah sama bau HIT).

Ada beberapa makanan yang gue gemari sebelum hamil tapi nggak bisa gue konsumsi karena rasanya aneh banget di mulut. Terus terang, indera pengecap gue itu baru beres seminggu sebelum melahirkan (weird, huh?!?). Jadi selama hamil itu, gue makan hanya karena gue harus makan demi bayi yang gue kandung. Sama sekali tuh nggak ada ngidam-ngidam. Eh, sebenernya gue tuh ada kepengen makan steak. Tapi gue dilarang makan bakar-bakaran ama dokter. Kasian ya! Kepengenan yang lain itu minum Fanta, specifically yang ungu! Sebagai penggila minuman bersoda (at least seminggu sekali gue minum minuman bersoda), dan gue harus puasa dari minuman jenis itu selama berbulan-bulan, sungguhlah suatu siksaan yang nyata adanya. Tapi setelah lewat 7 bulan, gue mulai bandel. Gue beli Fanta ungu tapi diminumnya berdua mas Erwin, dan satu botol ukuran 600 ml itu awet sampe 1 minggu. Tapi ini juga jarang-jarang sih, secara Fanta ungu itu juga udah jarang di pasaran. Untung juga gue bukan pengidap diabetes, jadi pas dicek lab, gula darah gue aman bingits!

Selama kehamilan ini gue kudu wajib rajin cek ke dokter kandungan tiap bulan. Dari bulan 1 s/d bulan ke-5, USG-nya 2D aja karena menurut gue belum penting banget utk USG 4D. Nah pas di bulan ke-6, karena kata dokternya udah bisa ketahuan kelaminnya, gue putuskan untuk USG 4D. Sebelumnya, mungkin karena efek 2D, jadi ya gue biasa aja pas USG. Dengerin detak jantung si bayi pertama kali juga lempeng aja. Tapi pas USG 4D ini, mukanya udah mulai terlihat, badannya juga udah mulai terbentuk lebih menyerupai bayi daripada onggokan daging, baru deh gue merasa terharu. It felt surreal… Dokter bilang kelaminnya lelaki. Gue dan mas Erwin sebenarnya pengen anak perempuan, jadi pas dikasih tahu kalo kelaminnya laki, kami tanya balik, “Beneran, dok? Bukan cewek?” Hahahaa…

O ya, berhubung gue hamil di usia berisiko tinggi, jadi dokter gue menyarankan untuk feto maternal. Berhubung RS gue nggak ada fasilitasnya, jadi gue cari ke RS lain. Feto maternal itu USG 4D juga, tapi lebih terperinci. Dari sini bisa keliatan apakah jantung, ginjal, ukuran kepala, panca inderanya bagus/lengkap. Alhamdulillah, hasilnya bagus semua. Dokternya bilang sih kalo ukuran bayi ini melebihi ukuran minggunya. Jadi, gue feto maternal di usia kehamilan 34 minggu. Tapi ukuran bayi gue ini udah seperti bayi di ukuran minggu ke-36, terutama ukuran kepala yang besar. Gue sempat khawatir kalo hidrosefalus, tapi untung aja dokter menenangkan dan menjelaskan kalau itu sama sekali bukan hidrosefalus.

Masuk minggu ke-36, gue cek ke dokter kandungan tiap minggu. Sempat senewen karena pas di minggu ke-37, gue cek ke dokter dan dia bilang semua baik-baik aja. Bahkan setelah USG, dia bilang semuanya bisa dilakukan dengan prosedur melahirkan normal. Trus dia nyuruh gue untuk CTG. Nah pas setelah liat hasilnya, dia nyuruh gue untuk lahiran malam itu juga. Dan gue menolak mentah-mentah. Untung banget gue punya teman jalan yang dokter kandungan senior. Langsung deh gue konsultasi ama beliau, dan semua saran beliau gue jalani.

Berhubung sudah dekat proses melahirkan, mending gue tulis di blog berikutnya yaaaaaa… Biar nggak kepanjangan gituh! Hahahaaa…

…tahun 2020 dalam tulisan…

Hari ini adalah hari terakhir di tahun 2020, dan jujur, tahun ini beda sekali dari tahun-tahun sebelumnya. Semua ini tak lain dan tak bukan adalah karena pandemi wabah Corona yang melanda sudah hampir setahun. Semua rencana yang sudah diatur buyar, mau tidak mau harus bisa beradaptasi dengan situasi baru. Bukan hanya wabah yang membuat tahun ini berbeda, tapi beberapa kejadian yang bersinggungan langsung dengan kehidupan gue dan turut andil membuat perbedaan tersebut. Gue di sini mencoba menuangkannya bulan per bulan.

JANUARI

Setelah absen selama setahun, akhirnya kegiatan Cerdas Tanpa Batas dari Lebah bisa diadakan lagi. Kali ini lokasinya di Tuban, Jawa Timur. Kegiatan bersama Lebah di awal tahun itu selalu menjadi penyemangat tersendiri yang tak bisa tergantikan dengan apa pun. Sehabis kegiatan, seperti biasa gue dan Beezers akan berwisata dan tujuan kali ini adalah Lasem. Sebagai orang yang punya darah Lasem, berada di sini tuh kayak mengonfirmasi bahwa gue ini memang punya darah Cina walau mungkin hanya 1/8. Kenapa? Karena di daerah ini banyak sekali peninggalan sejarah Cina dan yang “dijual” memang warisan budaya mereka.

FEBRUARI

Mulai berseliweran berita tentang wabah virus Covid. Gue sih menganggapnya ini hanya flu biasa, nggak ada yang harus dikhawatirkan. Beberapa negara tetangga udah kena tetapi mayoritas orang Indonesia menganggap kalau negara ini nggak bakal kena karena virus itu. Di bulan ini gue juga sibuk ngurus persiapan untuk pergi ke Yordania lalu lanjut ke Aqsa & umroh sama ibu. Tapi, sekitar seminggu sebelum keberangkatan (27 Feb), dapat kabar kalau visa umroh ke Arab Saudi diberhentikan untuk sementara waktu karena virus ini. Asli gue panik dong, soalnya tiket udah di tangan. Kalo hotel kan bisa dibatalkan begitu saja karena belum bayar apa-apa. Di situ benar-benar yang namanya berharap tapi perlahan menyadari kalo nggak mungkin juga untuk memaksakan keinginan. Pasrah.

MARET

Gue memutuskan untuk tetap jalan sama ibu dan 9 orang lainnya ke Yordania dengan harapan tetap bisa lanjut ke Aqsa. Kalau umroh sih udah gue batalkan dari Jakarta. Sehari setelah sampai di Yordania, gue dan grup sudah siap dalam perjalanan ke Aqsa, dan ternyata, pemerintah Yordania mengeluarkan pengumuman bahwa semua perbatasan ke Israel ditutup. Pupus sudah harapan untuk menyeberang ke Aqsa. Gue sih bisa menerima kenyataan ini secara gue udah pernah ke Aqsa, tapi gue sedih banget lihat raut muka ibu yang kecewa, yang walau berusaha ditutupi, tetap saja keliatan. Gue nggak tahu, apakah gue masih bisa ngajak ibu ke Aqsa secara ibu semakin lama semakin tua, semakin lemah fisiknya. Akhirnya grup gue menjelajahi Yordania selama seminggu, dan untungnya negara ini menyenangkan untuk dijelajah. Gue sendiri udah pernah ke Yordania, tapi negara ini benar-benar tidak membosankan.

Tepat sehari setelah pulang dari Yordania, pemerintah Indonesia mengumumkan diadakannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), yang artinya sekolah dan kantor harus dari rumah, operasional bisnis dikurangi, dan segala hal-hal lainnya yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran virus. Mas Erwin pun terkena dampaknya dan harus kerja dari rumah.

APRIL

Di bulan ini, ibu Tjuk merayakan ulang tahun ke-80. Bayangkan, 80 tahun! Gue sendiri sih nggak pernah berpikir gue akan bisa mencapai angka 80. Kayaknya tuh udah nggak punya teman seangkatan dan senasib, hahahaa… Berhubung masih PSBB, jadi perayaannya kecil aja, makan siang di rumah.

Akhir April ini pula, bulan puasa dimulai. Berhubung pemerintah melarang diadakannya shalat tarawih berjamaah, jadi mau tidak mau, semua diadakan di rumah. Sedih sih, tapi ya mau gimana lagi? Mesjid pada tutup. *hiks…

MEI

Di bulan ini, Lebah merayakan ulang tahun ke-12. Udah 4 bulan kami nggak bertemu fisik. Jadi untuk memenuhi rasa rindu tak terkira, perayaan diadakan secara virtual sekalian buka puasa bersama dan tausyiah.

Berhubung mesjid masih ditutup dan pemerintah menambahkan bahwa tidak boleh ada kegiatan shalat Ied di lapangan, maka semua umat Muslim di Indonesia mengadakan shalat Ied di rumah. Begitu pula di rumah. Mas Erwin sampe print khutbah yang mau dia bawain biar gak salah ngomong. Kocak sih, karena ini jadi pengalaman pertama yang tak terlupakan.

JUNI

Alhamdulillah PSBB sudah diangkat. Gue dan mas Erwin nggak menyia-nyiakan waktu. Tiap wiken gue ama mas Erwin pasti cari makan di luar. Daerah yang didatangi ya dekat-dekat aja, masih di selatan. Tapi ya kami berdua tetap harus awas dan ikuti protokol kesehatan, yaitu pakai masker, cuci tangan, bawa hand sanitizer, bawa alat makan sendiri, semprot alkohol/disinfektan ke meja/kursi yang mau ditempati. Gue ama mas Erwin sepakat, kalo tempatnya rame, langsung cabut. Jadi kami jalan itu pasti di jam yang orang belum banyak keluar.

JULI

Mbak Desy datang dari Amrik untuk liburan. Kalau Nadya sih udah dari bulan Juni. Mereka benar-benar memanfaatkan waktu, dan mereka datang di saat yang tepat karena PSBB sudah tidak ada lagi. Kangen juga ama kakak gue ini, soalnya terakhir ketemu itu setahun lalu, dan waktu itu cuma seminggu.

Ulang tahun gue di tahun ini terasa spesial karena tepat dengan Iduladha. Untungnya udah nggak ada PSBB, jadi bisa shalat Ied berjamaah walau tetap ada protokol kesehatan yang harus ditaati, yaitu jaga jarak antar jamaah. Dan di tahun ini pula, gue kembali merayakan ulang tahun yang ramean banyak orang, sementara selama 11 tahun terakhir, gue biasanya melipir sendirian, benar-benar menghindari keramaian.

AGUSTUS

Ini benar-benar bulan yang menurut gue paling menguras emosi. Pertama, setelah sebulan sakit syaraf parah, Belek nggak kuat dan mati dalam usia 1 tahun 1 bulan. Berat banget rasanya mengingat perjalanan kucing ini yang kurang beruntung dibanding kakaknya, si Oren. Rentan dari lahir, sempat hilang 3 hari pas puasa, kena virus pas di klinik kucing, dan akhirnya virus itu menyerang ke syaraf. Berharap dia bisa sembuh, tapi akhirnya gue pasrah, berdamai dengan diri, ikhlas kalau Belek harus mati. Memang benar kata dokter hewan gue, ketika pemilik binatang udah ikhlas, maka dia akan pergi dengan sendirinya. Emosi gue campur aduk selama seminggu. Tiap hari gue ke kuburan Belek bersama Oren & Serak yang juga merasa kehilangan.

Kedua, di Sabtu pagi yang cerah nan tenang, mas Erwin jatuh dari atap pas lagi pasang panel surya. Untung banget bapak-bapak pada ngumpul di depan rumah, jadi mereka langsung bereaksi cepat nolong. Alhamdulillah gue nggak panik juga. Langsung bawa mas Erwin ke RS untuk rontgen, cari tahu apakah ada patah tulang. Untung banget badannya gemuk, jadi lemak-lemaknya itu menutupi tulangnya dan mencegah terjadinya patah tulang. Semuanya baik-baik saja, kepala, dada, punggung. Nggak ada luka dalam sama sekali. Makanya cuma sempat dirawat di 1 malam lalu berobat jalan. Fiyuh!

SEPTEMBER

Dalam rangka merayakan tahun kedua pernikahan, gue dan mas Erwin melipir ke Bandung selama 3 hari. Berhubung mas Erwin belum fit untuk nyetir, jadinya gue yang nyetir selama perjalanan. Terinspirasi dengan perjalanan mbak Desy yang lewat Puncak menuju Bandung pas dia di sini, gue pun tertarik untuk lewat sana lagi. Sarapan di Puncak Pass, melewati berbagai spanduk paslon yang singkatannya kocak-kocak sepanjang Cianjur, jalan seputaran Braga, dinner di the Valley, hang out ama temen-temen HOA 94 dan tentunya beli oleh-oleh, hahahaa…

OKTOBER

Kabar baik akhirnya datang juga. Deg-degan, tapi yakin kalau semua ini sudah diatur oleh Allah SWT. Yang bisa gue lakukan hanya bisa berdoa semua akan berjalan baik-baik saja. Bismillah!

NOVEMBER

Mengawali bulan ini dengan rawat inap di RS selama 3 hari. Gue muntah parah sampai dehidrasi, nggak bisa masuk minuman, apalagi makanan. Tapi ya untung setelah itu gue mulai membaik walau tetap masih muntah. Dokter bilang sih kalo mau muntah ya muntah aja, jangan ditahan.

Bulan ini diakhiri dengan berita yang mengejutkan dan menyedihkan. Salah seorang relawan Beezers yang bergabung ke Lebah karena gue, Inung, meninggal akibat kecelakaan sepeda tunggal di Sentul. Beritanya benar-benar bagai petir di siang bolong. Apalagi, dua minggu sebelumnya dia sempat main ke rumah sama Nonie & teh Fifi. Gue terima kasih banget ke Tuhan karena pernah dipertemukan dengan Inung di dalam hidup ini, yang sepanjang ingatan gue, nggak pernah cemberut & bermuka masam sekali pun. Inung, semoga elo sudah hidup tenang di sisi Allah SWT ya. Kangen banget ama elo…

DESEMBER

Tidak terasa sudah menginjak bulan terakhir di tahun ini. Banyak sekali teman-teman gue berbintang Sagitarius yang ulang tahun di bulan ini, termasuk mbak Desy & Abi. Tidak ada perayaan fisik karena kalau pun ada, gue sudah telanjur malas untuk berada di dalam keramaian. Mungkin aneh, tapi kayaknya gue sudah mulai terbiasa dengan berada di lingkaran kecil. Gue juga udah nggak ada lagi keinginan untuk jalan-jalan keluar Jakarta. Setiap kali ditanya apakah gue kangen jalan-jalan, tentunya iya. Tapi kapan gue bisa jalan-jalan lagi? Entahlah. Gue udah dalam taraf enggan membuat rencana.

Tahun ini benar-benar menguji kesabaran semua orang. Terlepas dari semua drama naik turun yang terjadi di tahun ini, gue tetap bersyukur atas segala yang terjadi. Bersyukur masih diberi rumah tempat berlindung, kesehatan, pekerjaan, dan yang terpenting, nafas untuk terus hidup dan memberi manfaat bagi sesama.

Terima kasih Allah atas semuanya. Semoga tahun 2021 membawa kehidupan yang lebih baik bagi semua orang. Aamiin ya rabbal alamin.

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial